Mahir
Berbahasa Indonesia 2
Pengarang :
P. Tukan, S.Pd
Penerbit :
Yudhistira
Menentukan
(mencatat) Aspek Kebahasaan
Satu
hal yang sangat berpengaruh dalam diskusi adalah keterampilan menggunakan
bahasa dalam memengaruhi pendengar. Keterampilan yang dimaksud seperti
penggunaan kosakata, ungkapan, dan perumpamaan.
a.
Kosakata
Seorang pembicara hendaklah mempergunakan kosakata
yang tepat, kosakata yang baku dan efektif yang langsung mengungkapkan pikiran
dan perasaannya. Bandingkan kosakata dalam kedua pernyataan berikut!
1)
Kebiasaan
siswa yang mengerjakan ulangan secara tidak jujur tentu saja merugikan dirinya
sendiri.
2)
Kebiasaan
siswa mencontek ketika ulangan akan menghambat kemandiriannya.
b. Perumpamaan
Untuk menghidupkan ide dan perasaan, seorang pembicara
dalam diskusi atau seminar dapat menggunakan perumpamaan. Ia dapat membuat
perbandingan ide atau perasaannya dengan sesuatu yang lain sehingga lebih
memengaruhi pikiran dan perasaan pendengar. Contoh:
1)
Kita
bukannya kerbau yang dicocok hidungnya. Kita adalah manusia bebas sepantasnya
menentukan sikap hidup sendiri.
Maksudnya adalah kita bukan orang
yang selalu menuruti kemauan orang lain. Kita adalah manusia bebas yang
sepantasnya menentukan sikap hidup sendiri.
Menggunakan
Berbagai Makna dan Hubungan Makna
1. Sinonim
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau
sama dengan bentuk lain. Kesamaan ini berlaku bagi kata, kelompok kata atau
kalimat. Misalnya kata meninggal, wafat, gugur dan mati adalah empat kata yang
bersinonim.
2. Antonim dan
Oposisi
Sebuah kata tidak mutlak berlawanan makna dengan makna
kata lain. Kata hidup mutlak berlawanan maknanya dengan mati, tetapi kata pagi
tidak mutlak berlawanan maknanya dengan kata siang, sebab masih ada kata lain
yaitu sore dan malam. Kata baik juga bisa berlawanan makna dengan kata buruk,
jelek, dan jorok. Jadi, kata seperti baik dan buruk hanya memiliki hubungan
makna kebalikan, bukan berlawanan secara mutlak. Karena keterbatasan itu,
Veerhar (1996) menggantikan antonim dengan oposisi yang di dalamnya tercakup
konsep yang betul-betul sampai pada yang hanya bersifat kebalikan.
Oposisi dibedakan atas beberapa macam seperti berikut.
a.
Oposisi
mutlak, yaitu perlawanan makna kata-kata secara mutlak seperti hidup x mati.
b.
Oposisi
kutub atau gradasi, yaitu perlawanan makna kata-kata tidak bersifat mutlak,
tetapi bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan-tingkatan makna pada
kata-kata tersebut. Misalnya kaya x miskin dan kuat x lemah.
c.
Oposisi
relasional atau hubungan, yaitu makna kata-kata yang bersifat saling
melengkapi, misalnya dating x pergi.
d.
Oposisi
hierarkial, yaitu hubungan makna kata-kata yang berada dalam satu deret jenjang
atau tingkatan. Kata-kata yang beroposisi jenis ini biasanya berupa nama satuan
(berat, panjang, isi dan pangkat), misalnya meter x kilometer dan ons x gram.
e.
Oposisi
majemuk, yaitu makna sebuah kata beroposisi dengan lebih dari satu makna,
misal, berdiri x duduk, berbaring, tiarap, berjongkok.
3. Homonym
Homonym adalah kata-kata yang memiliki tulisan dan
bunyi yang sama. Contohnya: bisa (racun) dan bisa (dapat).
4. Homograf
Homograf merupakan kata-kata yang sama tulisannya atau
ejaannya, tetapi bunyinya berbeda. Contoh: teras= bagian inti rumah dan teras
inti kayu.
5. Homofon
Homofon merupakan kata-kata yang sama bunyinya dan
tulisannya berbeda. Contohnya bang dan bank; sanksi dan sangsi.
6. Hipernim dan
hiponim
Hipernim (superordinate atau genus) dan hiponim
(subordinat atau spesies). Kata bunga sebagai hipernim dari kata mawar, melati,
sedap malam, dan dahlia (sebagai hiponim) atau kata ikan sebagai hipernim dari
sejumlah hiponim: mujair, kakap, bawal, dan bandeng.
7. Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari
satu, dan makna-makna tersebut masih ada hubungannya. Perhatikan contoh
polisemi kata kepala berikut:
Makna 1 :
bagiab tubuh dari leher ke atas, misalnya kepala kambing
Makna 2 :
bagian sesuatu yang terletk di depan, misalnya kepala kereta api.
Makna 3 :
hal yang terpenting, misalnya kepala susu
Makna 4 :
pemimpin atau ketua, misalnya kepala sekolah
Makna 5 :
bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat, misalnya kepala paku
Makna 6 :
jiwa atau orang, misalnya setiap kepala menerima satu kado
Makna 7 :
akal budi, misalnya badannya besar, tetapi kepalanya kosong.
8. Makna umum
dan khusus
Makna umum sama dengan makna dasar, sedangkan makna
khusus sama dengan makna tambahan akibat penggunaannya dalam konteks tertentu.
Meskipun demikian, makna umum tidak mutlak hilang, tetapi tidak terkandung
dalam makna khusus.
Perhatikan contoh berikut!
Makna Umum
|
Makna
khusus
|
Melihat (mengarahkan
mata)
|
1.melihat dari dekat (memerhatikan)
2. melihat secara langsung di lapangan (meninjau ke
suatu objek)
3. melihat dari kejauhan (memandang)
4. melihat dengan ekor mata (mengerling)
5. melihat dengan membuka mata lebar-lebar
(membelalak)
6. melihat dengan menggerakkan mata ke kiri atau
kekanan (melirik)
7. melihat dari celah atau lubang (mengintip)
|
Memahami
Kalimat yang Ambigu
Ambigu
mempunyai arti bermakna ganda. Contoh kalimat yang memiliki makna ambigu adalah
kalimat berikut.
Warga baru sadar setelah longsor kedua dating
Kalimat tersebut dikatakan ambigu karena dapat
ditafsirkan sebagai berikut.
1. Warga itu
baru sadar setelah longsor yang kedua dating.
2. Warga yang
baru itu sadar setelah longsor yang kedua dating.
Kegandaan makna juga terjadi dalam
kata polisemi. Akan tetapi, kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata,
sedangkan kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang
lebih besar, yaitu frasa atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran
struktur gramatikal yang berbeda.
Untuk lebih memahami, perhatikan
beberapa contoh frasa atau kalimat yang ambigu berikut.
1. Orang malas
lewat di sana. (kalimat), dapat ditafsirkan:
a.
Jarang ada
orang yang mau lewat di sana
b.
Yang mau
lewat di sana hanya orang yang malas
2. Buku sejarah
baru terbit Minggu ini. (frasa), dapat ditafsirkan:
a.
Buku sejarah
itu baru terbit Minggu ini
b.
Buku yang
berisi sejarah baru (bukan sejarah yang lama) baru terbit Minggu ini
Untuk menghindari kesalahan
penafsiran seperti contoh di atas, dalam pengungkapannya, penutur sebaiknya
mengucapkan dengan intonasi yang tepat (dalam penuturan lisan), dan dalam
bahasa tulis pengguna bahasa dapat menggunakan tanda penghubung pada bagian-bagian
yang ambigu.
Menggunakan
Ungkapan dan Peribahasa
Ungkapan
adalah kata-kata yang bermakna kiasan atau idiomatical. Kridalaksana (1993)
menjelaskan bahwa idiomatical adalah sifat konstruksi dari unsur-unsur yang
saling memilih, dimana masing-masing merupakan satuan gramatikal lain. Misalnya
kambing hitam dalam kalimat, Dalam peristiwa kebakaran itu Hansip menjadi
kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Di sini makna kambing hitam
tidak sama dengan kambing maupun hitam. Adapun pribahasa adalah kalimat atau
penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam
masyarakat. Peribahasa bersifat diwariskan turun temurun yang digunakan untuk
penghias karangan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, dan merupakan
pengajaran atau pedoman hidup (Kridalaksana: 1993).
Perhatikan
kutipan cerpen “Air Mata Rembulan” karya Saefulloh M.Satori berikut!
“Yesterday
is over. Jangan bawa aku terlalu jauh. Biar beribu kata kau ucap, tak akan
mengubah pendirianku walau sejengkal ujung jari. Anjing menggonggong, kafilah berlalu.”
“Anda memang keras
kepala”
“Biarin!
“Dasar pengecut, mental
tempe”!
“biarin! Biarin! Biarin… pergi kau, jangan usik aku
lagi. Yesterday is over. Let me alone forever, please..!!
Pada kutipan dan penggalan cerpen tersebut, ditemukan
ungkapan dan peribahasa. ungkapan yang ditemukan adalah keras kepala dan
mental tempe, sedangkan peribahasa yang ditemukan adalah anjing
menggonggong kafilah berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar