Kamis, 05 Juni 2014



Mahir Berbahasa Indonesia 2
Pengarang : P. Tukan, S.Pd
Penerbit : Yudhistira

Menentukan (mencatat) Aspek Kebahasaan
            Satu hal yang sangat berpengaruh dalam diskusi adalah keterampilan menggunakan bahasa dalam memengaruhi pendengar. Keterampilan yang dimaksud seperti penggunaan kosakata, ungkapan, dan perumpamaan.
a.       Kosakata
Seorang pembicara hendaklah mempergunakan kosakata yang tepat, kosakata yang baku dan efektif yang langsung mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Bandingkan kosakata dalam kedua pernyataan berikut!
1)      Kebiasaan siswa yang mengerjakan ulangan secara tidak jujur tentu saja merugikan dirinya sendiri.
2)      Kebiasaan siswa mencontek ketika ulangan akan menghambat kemandiriannya.
b.      Perumpamaan
Untuk menghidupkan ide dan perasaan, seorang pembicara dalam diskusi atau seminar dapat menggunakan perumpamaan. Ia dapat membuat perbandingan ide atau perasaannya dengan sesuatu yang lain sehingga lebih memengaruhi pikiran dan perasaan pendengar. Contoh:
1)      Kita bukannya kerbau yang dicocok hidungnya. Kita adalah manusia bebas sepantasnya menentukan sikap hidup sendiri.
Maksudnya adalah kita bukan orang yang selalu menuruti kemauan orang lain. Kita adalah manusia bebas yang sepantasnya menentukan sikap hidup sendiri.
Menggunakan Berbagai Makna dan Hubungan Makna
1.      Sinonim
Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain. Kesamaan ini berlaku bagi kata, kelompok kata atau kalimat. Misalnya kata meninggal, wafat, gugur dan mati adalah empat kata yang bersinonim.
2.      Antonim dan Oposisi
Sebuah kata tidak mutlak berlawanan makna dengan makna kata lain. Kata hidup mutlak berlawanan maknanya dengan mati, tetapi kata pagi tidak mutlak berlawanan maknanya dengan kata siang, sebab masih ada kata lain yaitu sore dan malam. Kata baik juga bisa berlawanan makna dengan kata buruk, jelek, dan jorok. Jadi, kata seperti baik dan buruk hanya memiliki hubungan makna kebalikan, bukan berlawanan secara mutlak. Karena keterbatasan itu, Veerhar (1996) menggantikan antonim dengan oposisi yang di dalamnya tercakup konsep yang betul-betul sampai pada yang hanya bersifat kebalikan.
Oposisi dibedakan atas beberapa macam seperti berikut.
a.       Oposisi mutlak, yaitu perlawanan makna kata-kata secara mutlak seperti hidup x mati.
b.      Oposisi kutub atau gradasi, yaitu perlawanan makna kata-kata tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan-tingkatan makna pada kata-kata tersebut. Misalnya kaya x miskin dan kuat x lemah.
c.       Oposisi relasional atau hubungan, yaitu makna kata-kata yang bersifat saling melengkapi, misalnya dating x pergi.
d.      Oposisi hierarkial, yaitu hubungan makna kata-kata yang berada dalam satu deret jenjang atau tingkatan. Kata-kata yang beroposisi jenis ini biasanya berupa nama satuan (berat, panjang, isi dan pangkat), misalnya meter x kilometer dan ons x gram.
e.       Oposisi majemuk, yaitu makna sebuah kata beroposisi dengan lebih dari satu makna, misal, berdiri x duduk, berbaring, tiarap, berjongkok.

3.      Homonym
Homonym adalah kata-kata yang memiliki tulisan dan bunyi yang sama. Contohnya: bisa (racun) dan bisa (dapat).

4.      Homograf
Homograf merupakan kata-kata yang sama tulisannya atau ejaannya, tetapi bunyinya berbeda. Contoh: teras= bagian inti rumah dan teras inti kayu.

5.      Homofon
Homofon merupakan kata-kata yang sama bunyinya dan tulisannya berbeda. Contohnya bang dan bank; sanksi dan sangsi.

6.      Hipernim dan hiponim
Hipernim (superordinate atau genus) dan hiponim (subordinat atau spesies). Kata bunga sebagai hipernim dari kata mawar, melati, sedap malam, dan dahlia (sebagai hiponim) atau kata ikan sebagai hipernim dari sejumlah hiponim: mujair, kakap, bawal, dan bandeng.

7.      Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu, dan makna-makna tersebut masih ada hubungannya. Perhatikan contoh polisemi kata kepala berikut:
Makna 1          : bagiab tubuh dari leher ke atas, misalnya kepala kambing
Makna 2          : bagian sesuatu yang terletk di depan, misalnya kepala kereta api.
Makna 3          : hal yang terpenting, misalnya kepala susu
Makna 4          : pemimpin atau ketua, misalnya kepala sekolah
Makna 5          : bagian dari sesuatu yang berbentuk bulat, misalnya kepala paku
Makna 6          : jiwa atau orang, misalnya setiap kepala menerima satu kado
Makna 7          : akal budi, misalnya badannya besar, tetapi kepalanya kosong.

8.      Makna umum dan khusus
Makna umum sama dengan makna dasar, sedangkan makna khusus sama dengan makna tambahan akibat penggunaannya dalam konteks tertentu. Meskipun demikian, makna umum tidak mutlak hilang, tetapi tidak terkandung dalam makna khusus.
Perhatikan contoh berikut!
Makna Umum
Makna khusus
Melihat (mengarahkan mata)
1.melihat dari dekat (memerhatikan)
2. melihat secara langsung di lapangan (meninjau ke suatu objek)
3. melihat dari kejauhan (memandang)
4. melihat dengan ekor mata (mengerling)
5. melihat dengan membuka mata lebar-lebar (membelalak)
6. melihat dengan menggerakkan mata ke kiri atau kekanan (melirik)
7. melihat dari celah atau lubang (mengintip)

Memahami Kalimat yang Ambigu
            Ambigu mempunyai arti bermakna ganda. Contoh kalimat yang memiliki makna ambigu adalah kalimat berikut.
Warga baru sadar setelah longsor kedua dating
Kalimat tersebut dikatakan ambigu karena dapat ditafsirkan sebagai berikut.
1.      Warga itu baru sadar setelah longsor yang kedua dating.
2.      Warga yang baru itu sadar setelah longsor yang kedua dating.

Kegandaan makna juga terjadi dalam kata polisemi. Akan tetapi, kegandaan makna dalam polisemi berasal dari kata, sedangkan kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frasa atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda.
Untuk lebih memahami, perhatikan beberapa contoh frasa atau kalimat yang ambigu berikut.
1.      Orang malas lewat di sana. (kalimat), dapat ditafsirkan:
a.       Jarang ada orang yang mau lewat di sana
b.      Yang mau lewat di sana hanya orang yang malas
2.      Buku sejarah baru terbit Minggu ini. (frasa), dapat ditafsirkan:
a.       Buku sejarah itu baru terbit Minggu ini
b.      Buku yang berisi sejarah baru (bukan sejarah yang lama) baru terbit Minggu ini
Untuk menghindari kesalahan penafsiran seperti contoh di atas, dalam pengungkapannya, penutur sebaiknya mengucapkan dengan intonasi yang tepat (dalam penuturan lisan), dan dalam bahasa tulis pengguna bahasa dapat menggunakan tanda penghubung pada bagian-bagian yang ambigu.
Menggunakan Ungkapan dan Peribahasa
            Ungkapan adalah kata-kata yang bermakna kiasan atau idiomatical. Kridalaksana (1993) menjelaskan bahwa idiomatical adalah sifat konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, dimana masing-masing merupakan satuan gramatikal lain. Misalnya kambing hitam dalam kalimat, Dalam peristiwa kebakaran itu Hansip menjadi kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa. Di sini makna kambing hitam tidak sama dengan kambing maupun hitam. Adapun pribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat. Peribahasa bersifat diwariskan turun temurun yang digunakan untuk penghias karangan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, dan merupakan pengajaran atau pedoman hidup (Kridalaksana: 1993).
            Perhatikan kutipan cerpen “Air Mata Rembulan” karya Saefulloh M.Satori berikut!
“Yesterday is over. Jangan bawa aku terlalu jauh. Biar beribu kata kau ucap, tak akan mengubah pendirianku walau sejengkal ujung jari. Anjing menggonggong, kafilah berlalu.”
“Anda memang keras kepala”
“Biarin!
“Dasar pengecut, mental tempe”!
“biarin! Biarin! Biarin… pergi kau, jangan usik aku lagi. Yesterday is over. Let me alone forever, please..!!

Pada kutipan dan penggalan cerpen tersebut, ditemukan ungkapan dan peribahasa. ungkapan yang ditemukan adalah keras kepala dan mental tempe, sedangkan peribahasa yang ditemukan adalah anjing menggonggong kafilah berlalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar